Coret Aja

Coretan Doang, Jangan Serius Amat lah ….

Puisi Rendra

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya, bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku. Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

August 18, 2008 Posted by | Religi | Leave a comment

Ceramah cak Nun : Agama & Istri Tetangga

Di milis ini kerap kita jumpai posting berbau agama. Atau perdebatan
yang menjurus pada perdebatan soal agama. Kadang perdebatannya begitu
panas. Sindir-menyindir atau ejek mengejek. Buat saya itu menyedihkan.

Saya teringat waktu lebih dari 15 tahun yang lalu belajar di Jogja.
Waktu itu, tiap Rabu malam, saya dan teman-teman memilih nglurug ke
patang puluhan, rumahnya Cak Nun, ini panggilan akrabnya penyair dan
kiai mbeling Emha Ainun Nadjib. Kita bikin forum melingkar di situ.
Biasanya kita bicara soal kesenian atau kebudayaan, tapi juga
ngobrolin soal keagamaan.

Forum itu diprakarsai oleh Sanggar Shalahuddin. Komandannya anak Solo,
Nasution Wahyudi. Ini nama asli Jawa, nggak ada hubungannya dengan
Nasution yang dari Medan. Pesertanya juga tidak cuma mahasiswa atau
pemuda yang beragama Islam. Pendek kata, pemeluk berbagai agama
berkumpul melingkar disitu.

Suatu malam, Cak Nun tanya pada kami di forum itu.

“Apakah anda semua punya tetangga?”

Wah, saya sebenarnya belum punya. Tetapi saya anak kost, tentu saja
kamar sebelah saya bisa disamakan dengan tetangga. Tetangga kost. Jadi
saya ikut-ikutan saja menjawab : “Tentu saja punya”.

Cak Nun melanjutkan bertanya : “Punya istri enggak tetangga Anda?”

Sebagian hadirin menjawab : “Ya, punya dong”. Saya diam saja. Rasanya
tetangga kost saya bujangan semua. Kebanyakan jomblo. Maklum anak
desa. Nggak pede ngajak pacaran teman kampusnya.

Yang menarik adalah pertanyaan berikutnya : “Apakah anda pernah lihat
kaki istri tetangga Anda itu? Jari-jari kakinya lima atau tujuh? Mulus
atau ada bekas korengnya ?”

Saya mulai kebingungan. Nggak ngeh sama arah pembicaraan Cak Nun.

Kebanyakan menjawab : “Tidak pernah memperhatikan Cak. Ono opo Cak?”

Cak Nun ndak peduli. Dia tanya lagi : “Body-nya sexy enggak?”

Kami tak lagi bisa menahan tertawa. Geli deh. Apalagi saya yang
benar-benar tidak faham arah pembicaraan sang Kiai mbeling itu.

Cuma Cak Nun yang tersenyum tipis. Jawabannya bagus banget. Dan ini
senantiasai saya ingat sampai hari ini. Sebuah prinsip pergaulan untuk
sebuah negeri yang memilih Pancasila : “Jadi ya begitu. Jari kakinya
lima atau tujuh. Bodynya sexy atau tidak bukan urusan kita,kan? Tidak
usah kita perhatikan, tak usah kita amati, tak usah kita dialogkan,
diskusikan atau perdebatkan. Biarin saja”.

“Kenapa cak?” salah satu teman bertanya, penasaran.

“Ya apa urusan kita ? Nah, keyakinan keagamaan orang lain itu ya
ibarat istri orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah
dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun.
Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya begini
begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam
hati saja”.

Saya pun menangkap apa yang dia maksudkan. Saya setuju dengan pandangan Cak Nun.

Dia melanjutkan serius : “Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah.
Dan itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan
atau meyakini bahwa Islam itu benar ngapain dia jadi non-Islam?
Demikian juga, bagi orang Islam, agama lain itu salah, justru berdasar
itulah maka ia menjadi orang Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga,
itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan,
atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.

Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah
kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai
istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung
hidungnya karena Bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak pakai
dokter, umpamanya. Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama
tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya. ”

Mengasyikkan. Saya kagum dibuatnya.

Cak Nun terus berkata : “Itu prinsip kita dalam memandang berbagai
agama. Sementara itu orang muslim yang mau melahirkan padahal motornya
gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk
mengantar istrinya ke rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana
karena baju misanya kehujanan, padahal waktunya mendesak, dia boleh
pinjam baju koko tetangganya yang NU maupun yang Muhamadiyah. Atau ada
orang Hindu kerjasama bikin warung soto dengan tetangga Budha,
kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan tetangga
Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.Begitu. ”

Kami semua terus menyimak paparannya.

“Jadi ndak usah meributkan teologi agama orang lain. Itu sama aja anda
ngajak gelut tetangga anda. Mana ada orang yang mau isterinya dibahas
dan diomongin tanpa ujung pangkal. Tetangga-tetangga berbagai pemeluk
agama, warga berbagai parpol, golongan, aliran, kelompok, atau apapun,
silakan bekerja sama di bidang usaha perekonomian, sosial, kebudayaan,
sambil saling melindungi koridor teologi masing-masing. ”

“Kerjasama itu dilakukan bisa dengan memperbaiki pagar bersama-sama,
bisa gugur gunung membersihkan kampung, bisa pergi mancing bareng bisa
main gaple dan remi bersama. Tidak ada masalah lurahnya Muslim,
cariknya Katolik, kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau
apapun. Itulah lingkaran tulus hati dangan hati. Itulah maiyah,”
ujarnya.

Ketika mengatakan itu nada Cak Nun datar, nyaris tanpa emosi. Tapi
serius dan dalam. Saya menyimaknya sungguh-sungguh. Dan saya catat
baik-baik dalam hati saya. Sayangnya dunia memang tidak ideal. Di
Ambon dan Palu, misalnya saya lihat terlalu banyak orang usil
mengurusi isteri tetangganya. Begitu juga di berbagai tempat di dunia.
Di Bosnia. Atau yang paling baru di Irak dan Afghanistan. Akibatnya ya
perang dan hancur-hancuran. Menyedihkan. Sangat menyedihkan.

August 18, 2008 Posted by | Religi | 4 Comments

Joke Engineer

Alkisah ada seorang engineer kenthir bernama prayitno,ST yg bekerja di pabrik manufaktur elektronik Jepang, ni orang baru aja lolos tes perusahaan KPS Migas dari Eropah (jelas gede duitnya) dan mau resign, berikut ini perdebatannya dengan manajernya kita singkat aja ya, manajer = M, dan prayitno = P

M = edan kowe yo prayitno, lagi S-2 dah mau resign, di   mana morality

kmu?

P = morality saya ikut berlari bersama morality perusahaan, yg nyuruh karyawannya lembur2 melebihi aturan pemerintah ampe sakit tapi tunjangan kesehatan gak full

M = sebenernya mau kmu apa? dimana2 kerja itu sama. Saya udah menjalani

2 company sebelum ini

P = karena kerja dimana2 itu sama, makanya saya gak ragu resign pak, wong sama aja kok, cuma rewardnya yg beda tho…. ya saya pilih yg rewardnya lebih

M = kenapa kmu gak mencoba profesional disini aja, klo alasannya reward, kan nanti karir serta salary kmu juga bakal naik klo kmu bertahan P = kenapa saya harus nunggu, klo ada company yg nawarin itu skarang?

M = tapi sayang sekali, saya pandang kmu yg paling berpotensi diantara yg lain P = bapak udah ngomong gitu ke semua engineer yg resign sebelum saya

M = tidak, ini serius, kmu memiliki potensi besar, disini kmu bisa sukses! daripada kmu memulai lagi dari bawah di company lain yg blum ketauan ntar disana kmu bakal sukses ato gak P = disini juga sama aja saya blum tau bakal sukses apa gak, wong namanya masa depan kok. Sama2 gak ketauan, tapi yg satu awalannya lebih baik, ya pilih yg lebih baik dunk……

M = maksud kmu lebih baik itu apa? money? uang itu bukan segala2nya P = klo emang begitu ngapain company costdown gaji saya, apa artinya uang segitu untuk mempertahankan eksistensi engineer

M = Kta kan tidak hanya mengejar uang. Klo orientasi kmu hanya uang, kmu hanya mengejar “live”. No difference with kambing, Bekerja hanya untuk bertahan hidup, Kmu itu engineer!!!! harus berorientasi pada yg lebih mulia, bekerja untuk berkarya, untuk mengembangkan diri P = saya pengennya seperti itu, makanya saya resign. Gimana saya mau lepas dari orientasi “live” klo tiap bulan saya harus pusing mikir bayaran kos, pulsa, makan, ngirim ortu, nabung buat merit. Naaaa skarang ada company yg nawarin itu, salary yg membuat saya tenang, tak berpikir lagi tentang “live exixtency”. So, boleh dunk saya ambil untuk menaikkan derajat pekerjaan saya

M = prayitno…. klo kmu ngejar yg lebih baik, gak akan abis2…. selalu ada yg lebih baik. saya sudah mengalaminya di 2 company terdahulu P = emang gak bakal abis pak…. karena itu, ngapain saya abisin disini?

mending saya terus2an dapet yg lebih baik ampe brenti karena cape.

lagian Bapak juga nyatanya bisa brenti kan?

M = Nyatanya itu si pak Bambang bisa sukses disini sampe level Director, itu karena dia sabar disini P = pantesan pak Bambang tampangnya kaya gitu. Dah nyingkirin brapa orang dia pak buat ke posisi itu? Iya jabatan si Director, tapi mobilnya sama ma manajer di company baru saya.

mendingan saya jadi GM disana dunk daripada jadi director disini

M = inilah yg membuat bangsa kta gak maju2. Oportunis. Orang jepang maju karena loyal P = loyalitas tu kata2 pembenaran buat ngegaji orang dibawah level pendidikannya pak. Betul jepang itu maju. Tapi lihatlah, terjadi ketimpangan karir antara lelaki dan wanita. karena lelakinya gila kerja semua, mereka jarang menemui anaknya, akibatnya istri2 mereka harus mengimbanginya, ngalah keluar dari kerja buat nambal waktu bapak yg hilang untuk anak2nya karena bokapnya lebih cinta kerja daripada mereka.

Tanya deh cewek jepang, lelaki jepang tu paling gak romantis. Ce bawa tas berat aja dicuekin

M = tapi dimana responsibility kmu?

P = responsibility tu apa pak? perasaan dulu saya pernah punya, pas

awal2 masuk disini, tapi kata2 itulah yg dijadikan pembenaran untuk menindas saya. Atas nama responsibility, saya mengorbankan kesehatan untuk ketepatan schedule launching produk yg jelas2 merupakan percepatan uang masuk ke kantong pemilik saham.

Betul, manusia harus punya responsibility. Apa responsibility paling utama? keluarga. Anak dan istri adalah amanah dari Yg Diatas.

M = kmu kurang bersyukur, masih banyak orang yg susah dapet kerjaan P = saya dah diterima Pak, itu rejeki dari Yg Diatas, Klo gak saya ambil, itu yg namanya gak bersyukur. Yg Diatas itu tau kebutuhan kta.

Makanya Dia memberi saya kerjaan baru, mungkin karena kebutuhan saya meningkat. Selain itu, Yg Diatas juga memberi pekerjaan pada satu orang pengangguran yg akan menggantikan posisi saya disini setelah resign

M = EDAN KOWE PRAYITNOOOOO! !!!! nek ngono aku yo melu resign…… ….

P = raiso pak…. kowe wis tuwo. Cuma bisa ngelamar ke yg sesuai background. Cuma terbatas di sesama manufaktur elekronik hehehhee cacingan deh lo…..

August 15, 2008 Posted by | Seru-seruan !! | Leave a comment

Komitmen

Tanda bahwa sebuah organisasi sudah mulai tidak efektif adalah kalau karyawan sudah tidak lagi ingin kompak satu sama lain. Seorang eksekutif HRD menceritakan betapa karyawannya harus ditakut-takuti dengan absensi kehadiran, agar mau terlibat dalam kegiatan ataupun meeting yang tidak langsung berdampak ke pekerjaan, seperti donasi, fun activities atau meeting bipartite. Memang, para karyawan tidak sampai memukul, baik dari depan maupun dari belakang, tidak saling menghina ataupun tidak menyatakan tidak percaya satu sama lain, secara kasat mata, hubungan interpersonal kelihatan harmonis, namun, bila perlu adanya koordinasi, katakanlah, crash program, pembenahan kantor ataupun program yang sifatnya non kritikal tetapi perlu dikeroyok rame-rame, barulah terlihat bahwa komunikasi dan kkordinasi seolah sulit sekali diatur dan diimplementasikan ke dalam kegiatan yang terarah. Disinilah sesungguhnya kita bisa menyaksikan ketidakefektifan sebuah organisasi.

Banyak sekali ribut-ribut di perusahaan yang diakhiri dengan komentar, “ini cuman masalah komunikasi, kok…”kita banyak lupa bahwa tidak efektifnya komunikasi merupakan “dosa” manajemen yang sangat besar. Hasil yang kita telan dari tidak efektifnya komunikasi adalah karyawan tidak ter-konek dengan misi perusahaan, merasa “tertinggal dalam gelap” dan tidak memahami bagaimana berpartisipasi dan melibatkan diri secara sesuai. Tidak efektifnya komunikasi ini , dalam keadaan parah bisa tidak terdeteksi lagi. Yang terlihat justru pada tidak berkomitmennya setiap bagian, individu atau kelompok terhadap apa yang sudah di –iyakan, dijanjikan atau direncanakan. Lebih parah lagi bila komitmen terhadap “deadline”, waktu, kuantitas tidak bisa dinyatakan lagi. Semua rencana dan tindakan hanya bersifat mengambang. Disinilah kita perlu waspada terhadap matinya spirit perusahaan atau lembaga karena sakitnya komitmen.

Dari Komitmen ke Laba Perusahaan

Sudah tidak zamannya lagi orang menomorduakan komitmen karyawan di dalam pertimbangan pengembangan organisasi, karena jelas-jelas komitmen karyawan sudah menjadi daya saing utama

Dalam bisnis. Komitmen bisa terlihat dalam beberapa bentuk. Kita bisa lihat komitmen berkelas rendah karena individu butuh “memperpanjang” karirinya di perusahaan dan tidak punya pilihan lain dalam karirinya, yang sering disebut sebagai “continuance commitment”. Ada juga individu yang komit demi loyalitas, kedisiplinan, dan kepatuhannya pada perusahaan atau komitmen yang bersifat normatif. Orang yang komitmennya normatif akan melakukan segala sesuatu yang diperintahkan organisasi, walaupun tindakan tersebut belum tentu sesuai dengan keinginan pribadinya. Perusahaan sebetulnya perlu memancing sebanyak-banyaknya komitmen afektif, dimana passion dan kesungguhan individu untuk berkontribusi, mengkompakkan diri berlandaskan kesamaan pemikiran, sasaran dan idealisme profesinya dengan perusahaan. Komitmen sampai level afektif dan passion ini tentunya tidak didapatkan secara gratis karena sesungguhnya bermula dari kemudahan, konsistensi dan kejelasan sistem dan prosedur di perusahaan. Kejelasan aturan main menjadikan karyawan bisa mengandalkan dan berpegang pada aturan. Dalam perkembangannya, karyawan jadi bisa tahu dimana ia bisa “ikut bermain” dan menikmati pekerjaannya, bahkan memperbaiki kinerjanya dari waktu ke waktu. Hanya dalam tingkatan inilah komitmen karyawan perusahaan bisa terasa oleh pelanggan, sehingga pada akhirnya pelanggan pun komit untuk berbisnis dengan perusahaan. Bila sudah mencapai tingkatan ini, perusahaan baru bisa mengeruk keuntungan bermodalkan komitmen karyawan. Kita sebagai nasabah tentunya senang berbank dengan bank yang karyawannya jelas-jelas bekerja keras, berkinerja dan berjuang demi kepuasan nasabah dan kesuksesan perusahaannya ketimbang bank yang santai dan tidak mengejar sasaran yang jelas.

Komitmen : Penyatuan Risiko Dengan Tindakan

Menurut para ahli, komitmen sangat berbeda dengan janji atau sekedar pelaksanaan kewajiban. Kewajiban berasal dari otoritas eksternal, sementara komitmen berasal dari dalam diri seseorang. Selain itu komitmen mengandung bobot yang jauh lebih tinggi, karena berkomitmen berarti menyadari dan bersedia menerima resiko tindakan yang sudah diputuskan untuk diambil oleh individu. Bila seorang ahli bedah sudah berkomitmen untuk menyelesaikan suatu kasus, ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk menyembuhkan si pasien, apakah melalui tangannya sendiri ataupun dengan bantuan ahli lain. Demikian pula, seorang kepala cabang yang sudah berkomitmen untuk mencapai level KPI (Key Performance Indicator) tertentu, akan serta merta mengerahkan segala upaya untuk mencapainya. Tentunya ada resiko ia tidak disukai oleh anak buah karena anak buahnya didera untuk bekerja keras. Namun, tanpa pengambilan resiko tersebut, komitmen atasan akan terasa hampa, ringan tidak bertenaga. Disini, komitmen justru memberi “flavor” pada kerja keras kelompok.

Dalam sebuah kelompok kerja, komitmen akan terasa bila individu dalam kelompok mau “tune in”, mendukung “action”, bersedia untuk di-“expose”, siap bertanggung jawab terhadap tugas, dan bahkan ikut serta dalam menghandle dilema yang pasti muncul dalam mengembangkan tugas. Dari sini jelas kita bisa melihat bahwa gejala “loh kok saya ?” atau “bukan saya..” tidak laku, karena sikap defensive merupakan pertanda bahwa komitmen individu tidak ada.

Komitmen Itu Pilihan

Beda tipis dengan kepatuhan dan kewajiban yang normatif, komitmen afektif adalah sepenuhnya pilihan individu. Individu yang memilih untuk komit biasanya sudah melalui proses pertimbangan terhadap kebutuhan dan visinya sendiri dan juga sudah yakin akan dampak sikapnya. Karena itu, individu yang berkomitmen tinggi, bisa memberikan “impact” yang lebih besar di pekerjaan, lebih persuasif, lebih terbuka terhadap kemungkinan dan kritik. Pilihan perilaku yang diambil seseorang yang berkomitmen pun akan diarahkan apda dua hal yang sangat penting, yaitu mendukung dan mengembangkan, karena hanya dengan sikap seperti inilah kelompok dapat maju dan mencapai tujuan yang sudah sama sama dipahami.

Komunikasi mengikuti “The 51% Rule”

Rapat-rapat yang diikuti oleh orang-orang berkomitmen tinggi akan memakan waktu jauh lebih singkat daripada individu peserta rapat ragu akan komitmennya. Untuk membuat peserta lain “hadir” dalam tantangan yang sedang dibicarakan, seorang ahli komunikasi membuat formula, yaitu bila setiap orang yang sedang berkomunikasi, yang sudah pasti harus dua arah, mengambil 51% tanggung jawab terhadap keberhasilan komunikasi dan follow upnya, maka komunikasi pasti akan dipenuhi oleh spirit komitmen yang utuh. Hanya dengan cara inilah, kita dapat mengejar “the extra mile” dan menikmati pekerjaan.

August 15, 2008 Posted by | Dunia Kerja | Leave a comment

Seberapa Besar Kapasitas Aktual Diri Anda?

Disekitar kita; begitu banyak orang hebat yang mengagumkan. Mereka
memiliki kemampuan diatas rata-rata. Sehingga terlihat unggul dari
manusia lainnya. Ketika dihadapkan pada suatu pekerjaan atau tugas
tertentu, mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan lebih baik dari
orang lain. Ketika mereka dihadapkan pada situasi sulit tertentu,
mereka selalu bisa menangani kesulitan itu dengan lebih baik dari
orang lain. Ketika prestasi mereka dievaluasi, track record-nya lebih
cemerlang dari kebanyakan orang. Seolah-olah, mereka benar-benar
manusia paling ideal untuk pekerjaan yang ditanganinya. Itu membuat
kita bertanya; “Mengapa Tuhan memberikan talenta begitu hebatnya
kepada dia? Sedangkan kepada saya tidak. Jika saya diberkahi
kemampuan yang seperti itu, pasti saya akan berprestasi seperti orang
itu.” Benarkah demikian?

Beberapa waktu lalu, saya merasakan bahwa kemampuan lap top saya
sudah menurun sangat jauh sekali dari sebelumnya. Padahal, dia
menggunakan processor yang pasti memadai untuk mendukung kinerja
seorang perofesional. Kinerjanya yang semakin memburuk membuat saya
tidak mampu menyembunyikan ketidaksabaran ini, sampai-sampai boss
saya memergoki dan bilang; “Be patience Dadang, it is still
processing…” katanya. “She has to perform faster if she still wants
to work with me,” saya menyahut. Tapi, kecaman saya tidak membuatnya
bekerja lebih cepat. Padahal, saya sudah melakukan clean disk, dan
juga defrag. Akhirnya, minggu lalu saya mengirim memo kepada teman-
teman di BT, bahwa saya mau lap top yang bisa bekerja lebih cepat.

Tak lama kemudian, lap top itupun masuk ke dalam klinik untuk
diperiksa para dokter spesialis computer, sebelum kembali keruang
kerja saya beberapa jam berikutnya. Tahukah anda, bagaimana
kinerjanya sekarang? Wuish, she runs like a flash! Sampai-sampai saya
terkejut dibuatnya. Sehingga saya tidak sabar untuk bertanya;”Man,
elo apain tuch lap top gue?”

Teman BT saya berkata;”Ditambah RAM-nya jadi dua kali lipat, Pak.”
“Cuma begitu doank?”
“Iya. Hanya itu.” Jawabnya. Saya tahu dia bangga dengan hasil
kerjanya. Dan saya sangat menghargai usahanya.
“Nggak elo ganti processornya?”
“Nggak Pak,” katanya. “Masih bagus, kok.” Lanjutnya.

Saat itu saya menyadari, bahwa processor adalah potensi atau
kapasitas maksimal tentang apa yang bisa dilakukan oleh sebuah
computer. Dalam diri manusia, itulah yang biasa kita sebut sebagai
talenta atau bakat, alias kapasitas terpendam dalam diri seseorang.
Dalam computer, fungsi processor itu penting pada saat kompuetr
sedang diaktifkan untuk bekerja. Ini menentukan sampai sejauh mana
fungsi computer itu bisa dimaksimalkan. Bagi manusia, fungsi talenta
itu penting pada saat kita sedang bekerja atau melakukan suatu
aktivitas. Ini menentukan sampai setinggi apa kita bisa berprestasi.

Sekarang, RAM itu apa? Mengapa meningkatkan RAM dua kali lipat bisa
menaikkan kinerja processor computer itu sedemikan bermaknanya? RAM
adalah sebuah playing ground. Tempat dimana file-file ditarik dari
hard disk dan siap untuk diaktifkan. Dioperasikan. Diolah.
Dieksekusi. Ditambah gambar ini dan itu. Meskipun kemampuan
prosesornya tinggi, namun jika RAM-nya terlampau kecil untuk
menampung file-file yang sedang diaktifkan, maka kinerja computer itu
akan menjadi sangat buruk. Dia tidak bisa menjadi computer canggih.
Manusia juga demikian. Meskipun talentanya besar. Potensi dirinya
tinggi. Namun, jika kapasitas playing ground-nya terlampau kecil
untuk menampung seluruh potensi diri itu, maka kinerjanya akan buruk
juga. Dia tidak akan bisa menjadi manusia unggul.

Ngomong-ngomong, bukankah kita seringkali berbangga hati dengan
menyebutkan bahwa; “manusia adalah super computer?” Jika klaim itu
benar adanya; bukankah seharusnya kita bisa lebih hebat dari computer
tercanggih sekalipun? Mungkin itu benar jika konteks yang kita maksud
adalah talenta atau potensi diri yang kita miliki. Sebab, kita
percaya bahwa kemampuan otak kita saja konon baru digunakan tidak
sampai 5% saja. Tetapi, jika kita berbicara tentang actualized
individual potential, maka kita harus bertanya ulang. Mengapa?
Karena, kita sudah bertemu dengan begitu banyak orang yang
sesungguhnya sangat berbakat, namun pencapaiannya tidak sampai kemana-
mana. Sebab, orang-orang ini telah membiarkan playing ground-nya
menjadi begitu kecil.

Pertanyaannya sekarang adalah; bagaimana caranya memperbesar playing
ground diri kita? Ada banyak cara. Satu, melatih diri untuk sesuatu
yang lebih tinggi. Berapa banyak dari kita yang bersedia menantang
diri sendiri untuk menguasai keterampilan-keterampilan baru?
Kenyataannya kita sudah cukup puas dengan kemampuan yang kita miliki
saat ini. Melatih diri untuk sesuatu yang baru itu menguras tenaga.
Membutuhkan waktu. Dan memerlukan komitment. Mengapa kita harus
bersusah payah begitu jika kita sudah puas dengan keadaan sekarang?

Dua, meninggalkan comfort zone. Ada banyak peluang baru dalam jarak
setengah sentimeter dari diri kita. Namun, untuk meraihnya kita harus
bersedia keluar dari zona kenyamanan kita. Mungkin kita harus
meninggalkan kestabilan menuju kepada hal yang tidak menentu untuk
sementara waktu. Kita perlu menyesuaikan diri kembali. Kita harus
merevisi asumsi-asumsi diri. Dan banyak hal lagi yang mesti kita
ubah. Tetapi, berapa banyak dari kita yang bersedia meninggalkan
comfort zone seperti itu? Jika kondisi sekarang sudah membuat kita
enak, mengapa kita harus meninggalkan kenyamanan ini untuk sesuatu
yang beresiko dan penuh teka-teki?

Tiga, bersedia membayar harganya. Ketika kita melihat orang lain
berprestasi tinggi, seringkali kita hanya melihat hasil akhirnya
saja. Yaitu, berupa pencapaian hebat orang itu. Lalu, kita
berkata; “Beruntungnya dia. Tuhan telah berbaik hati memberinya
talenta yang hebat.” Kita tidak pernah tahu bahwa orang itu telah
selama bertahun-tahun mengurangi jam tidurnya. Membuang kesenangannya
bermain-main dengan game computer yang menyita begitu banyak waktu,
tenaga dan biaya itu. Memeras pikirannya. Memaksa diri untuk
berdisiplin tinggi. Dan hanya berfokus kepada hal-hal yang akan
membawanya kepada peningkatan kualitas diri secara progresif.

Kita tidak pernah mengetahui semua kerja keras yang dilakukan oleh
orang itu. Karena kita terlampau silau oleh hasil akhir yang
dicapainya, sambil sesekali menelan ludah. Yang sebenarnya terjadi
adalah; `Hanya setelah orang itu bersedia membayar semua harganya
sajalah, dia baru bisa sampai kepada pencapaian itu.’ Lagi pula,
kalau pun kita tahu pahit dan sulit serta terjal berlikunya jalan
yang harus dia tempuh; belum tentu kita mau mengikuti jejak
langkahnya, bukan? Padahal, ketiga hal itulah yang sesungguhnya telah
berhasil menjadikan playing ground-nya menjadi semakin besar.
Sehingga kapasitas dirinya juga menjadi semakin besar. Semakin besar.
Dan semakin membesar. Sehingga tidak heran jika orang itu bisa
meninggalkan manusia-manusia kebanyakan jauh dibelakangnya.

Jika dalam computer kita menyebutnya RAM, bagaimana dengan manusia?
Bolehkah saya menyebutnya HAM? Ya. HAM. Human Activated Memory.
Yaitu, memory yang tersimpan dalam diri kita, yang bisa kita gunakan
untuk berurusan dengan hal-hal yang kita hadapi secara spontan.
Memori itu berbahan dasar talenta. Yaitu, potensi yang tersimpan
didalam diri kita. Betul-betul dilatih dan diolah sampai menjadi
kemampuan actual. Sehingga, kapan saja kemampuan itu dibutuhkan, kita
bisa memanggil dan mendayagunakannya secara spontan.

Anda boleh saja mengklaim diri berbakat bermain piano, misalnya.
Tapi, jika bakat itu tidak diasah dengan sungguh-sungguh. Maka klaim
anda hanya akan menjadi bualan belaka. Permainan piano anda tetap
saja jelek. Anda boleh saja mengklaim bahwa diri andalah yang paling
layak mendapatkan promosi itu, bukan pesaing anda. Karena anda
mengira bahwa anda lebih senior. Lebih pintar. Lebih rajin. Tapi,
jika klaim anda itu tidak didukung oleh kapasitas actual yang bisa
anda tunjukkan; maka anda tetap saja akan menjadi karyawan jelek. Dan
hati anda juga jelek, karena dipenuhi rasa iri.

Anda juga boleh menganggap diri sendiri kurang berbakat. Jadi, wajar
saja jika pencapaian anda biasa-biasa saja. Anda tidak dilahirkan
untuk menjadi pemenang. Karena Tuhan memberi anda begitu banyak
keterbatasan. Hey, wake up! Bangun, bung! Tidak ada manusia yang
dilahirkan tanpa keterbatasan. Dan tidak ada manusia yang dilahirkan
tanpa membawa pesan dan seoles kemampuan. Wake up and realize that
YOU; don’t need to be a perfect person to succeed. YOU, just need to
accept yourself just the way you are. And start to enlarge your own
playing ground. Your Human Actualized Memory. Your HAM. Would you?

August 15, 2008 Posted by | Dunia Kerja | Leave a comment

Rahasia Huruf Pada Nama

Sekadar panduan mengenal diri dan mengenal pasangan anda, baik dia suami, isteri, boyfriend mahupun girlfriend. Seelok-eloknya ambil pen dan cuba gabungkan huruf-huruf berkenaan dan buat definisi sendiri. Ingat, tak wajib betul harus salah, sekadar nak mengenal siapakah dia yang kita mahu menjalinkan cinta kedua tu dan siapakah kita yang tak reti-reti puas tu dan siapakah dia pasangan kita yang sedia ada.

Yang betul itu kebetulan. Jika ia baik ransang terus, jika salah itu juga kebetulan. Jika ia tak baik maka hapus terus.

A = anda boleh jadi terlalu pendiam bila sesuatu ada dlm fikiran anda.

B = anda selalu berwaspada bila bertemu kenalan baru.

C = anda ada kelebihan, jangan malu mempamerkannya.

D = anda ada masalah dalam mempercayai orang lain.

E = anda sentiasa seorang yang exited.

F = semua orang menyayangi.

G = anda ada cara sendiri untuk menilai manusia.

H = anda bukan seorang judgmental, tiada otak keadilan.

I = anda mudah senyum dan boleh buat orang lain tersenyum.

J = anda seorang yang cemburu.

K = anda suka mencuba perkara-perkara baru.

L = anda sangat percaya denga cinta dan mudah tengelam ke dalamnya.

M = kejayaan mudah datang kepada anda.

N = anda suka bekerja, tapi selalu mahukan kerehatan.

O = anda seorang yang berfikiran terbuka.

P = anda seorang yang mudah berkawan dan mudah memahami.

Q = anda seorang hipokrit, pentingkan diri.

R = anda seorang yang gemar bersosial.

S = anda sangat broad-minded.

T = anda ada sikap canggih, amat canggih.

U = anda merasakan anda ada ciri-ciri istimewa standing dengan orang lain.

V = fizikal anda baik sekali.

W = anda suka menyendiri.

X = anda tak akan benarkan org bagitahu anda apa yg patut anda buat.

Y = anda selalu penyebab pada banyak masalah.

Z = anda selalu bergaduh dengan seseorang.

Cuba gabungkan makna-makna huruf ni ikut ejaan nama anda.

Misalnya, kalau TUAH jadinya :

T = anda ada sikap canggih, amat canggih.

U = anda merasakan anda ada ciri-ciri istimewa standing dengan orang lain.

A = anda boleh jadi terlalu pendiam bila sesuatu ada dlm fikiran anda.

H = anda bukan seorang judgmental, tiada otak keadilan.

Disitu kita mungkin kenal diri kita, buatkan juga untuk pasangan kita dan tengok persamaan, jauh dari perbezaan. Hendak cari perbezaan memang seratus kita akan jumpa dan hendak cari perbezaan, seribu yang akan menjelma.

Tak wajib betul harus salah, setakat suka-suka, sekurang2nya kita ada panduan utk mengenal pasangan kita, atau saingan kita. Semuanya ALLAH punya kuasa, tapi tentu setiap sesuatu itu ada rahsia yg tersembunyi. Kalau sekarang baru tahu bukan bermakna ia tak ada, tapi kita yang belum jumpa.

Akhir kata, selamat bercinta buat kali pertama dan itulah yang pertama dan terakhir. Cinta untuk cita-cita kerana cinta bukan untuk ditangisi tapi dinikmati.

-H. M. TUAH ISKANDAR

August 6, 2008 Posted by | Seru-seruan !! | Leave a comment

Jangan Membiasakan Menjepit Gagang Telepon !

Tonjolan tulang dapat memutuskan saluran
pembuluh darah dan memicu stroke. Peringatan berikut ini mungkin perlu
diperhatikan benar oleh para sekretaris, operator, konsultan, dokter dan
para karyawan yang sering menggunakan telepon.

Ingat, janganlah terlampau sering
melepaskan gagang telepon dari tangan Anda dan meletakkannya di antara
pundak dan telinga, sementara tangan melakukan aktivitas lain. Konon,
perilaku semacam itu bisa menyebabkan stroke. Demikian dikemukakan
seorang ahli syaraf asal Perancis pada Jurnal Kesehatan beberapa waktu
lalu.

Seorang psikiater yang biasa berbicara
lewat telepon yang terjepit di telinga kiri dan pundaknya lebih dari satu
jam, dilaporkan menderita stroke ringan. Kejadian naas itu terjadi akibat
adanya tonjolan tulang yang memutuskan saluran pembuluh nadi. Menurut tim
dokter yang meneliti kasus tersebut, pria berusia 43 tahun yang terbiasa
berbicara dengan pasien-pasiennya pada mulanya sehat-sehat saja.

Namun seusai memberikan konsultasi kepada
pasiennya, si psikiater ini mengeluhkan kebutaan sementara pada mata
kirinya, telinga kirinya pun seperti merasakan sebuah dengung. Tak hanya
itu, dia pun mengaku kesulitan untuk berbicara. Kondisi ini menunjukkan
bahwa dirinya menderita stroke ringan.

Dari hasil pemindaian tampaklah adanya
sobekan pada dinding arteri bagian dalam dari organ tubuh si pria tadi.
Sobekan tadi jelas mempengaruhi saluran pengiriman darah yang menuju ke
otak. Seperti diketahui, pada tubuh manusia terdapat dua kelenjar arteri
yang bertugas menyalurkan darah yang mengandung oksigen dari jantung
menuju kepala dan leher. Kedua saluran arteri tersebut naik di kedua sisi
leher, dari jantung menuju otak. Pada gambar scanning tampaklah adanya
sebuah peruncingan tulang yang lazim di sebut sebagai proses stiloid,
yang menyebabkan adanya kontak antara tulang (pada bagian leher) dengan
arteri.

Sebenarnya, setiap orang memiliki dua
tulang stiloid ini. Keduanya menonjol dari dua sisi tulang tengkorak,
tepat di bawah telinga dan di belakang tulang rahang. Namun, tulang yang
dimiliki psikiater tadi lebih panjang dari biasanya.

Mathieu Zuber, ahli syaraf dari rumah sakit
Saint Anne, Paris mengatakan “Untungnya pasien ini hanya mengalami
serangan insemik berkala atau terjadi penghentian suplai darah menuju
otak yang kurang dari 24 jam”. Dengan begitu, hanya stroke ringanlah yang
menyerang psikiater yang biasa bertelepon dengan pasiennya tadi. “Namun,
kejadian ini menunjukkan kepada kita bahwa aktivitas setiap hari yang
melibatkan penyimpangan agak lama di bagian leher, seperti menggunakan
telepon dengan menghimpit antara telinga dan pundak, bisa menimbulkan
masalah yang tidak terduga bagi sebagian orang,” tambahnya.

Ia menambahkan, psikiater tersebut tidak
mengalami gejala stroke terlalu lama. Namun, sejak kejadian itu, ia tidak
mau lagi melakukan pembicaraan dengan cara menghimpit telepon di antara
telinga dan pundaknya saat melayani keluhan pasien-pasiennya. oleh sebab
itu mulai dari sekarang hilangkan kebiasaan tersebut. “Lebih baik
mencegah sebelum hal itu terjadi pada kita semua”. Keep your health…

August 6, 2008 Posted by | Social Life | Leave a comment